Reinvent the Wheel

Yes. Reinvent the Wheel

 

 

Artikel yang menarik ini dikutip dari majalah PC Media
09/2007
halaman 25, oleh Bernaridho I.H seorang Business
Intelligence Expert.

 

Don’t reinvent the wheel telah lama menjadi mantra
manajemen. Suatu hari saya mengalami mimpi tentang mantra manajemen tersebut.

Dalam mimpi itu saya bertemu seseorang yang mengatakan
“Kamu telah mendengar perkataan “No, Don’t reinvent the wheel”.
Tapi aku berkata kepadamu “Yes. Reinvent the wheel”. Orang itu
menghilang. Saya terbangun dan mulai renungkan sejarah bisnis TI maupun non-TI.

Pada Agustus 1981, Bill Gates dengan perusahaannya,
Microsoft, meluncurkan DOS (Disk Operating System). Membuat DOS adalah
pekerjaan yang reinvent the wheel (walau Microsoft sebenarnya membeli lisensi
QDOS dari perusahaan lain).

DOS versi 1.0 tak bisa membuat folder, tak mampu tangani
harddisk, dan tak bisa multi-processing. Sementara pada saat yang sama, Unix
pada tahun 1981 sudah mampu tangani semua pekerjaan diatas.

Saya bayangkan bahwa pada saat itu pasti ada orang-orang
sekitar Bill Gates yang mengatakan bahwa membuat DOS itu keliru, reinvent the
wheel. Bagaimanapun, Microsoft sudah beberapa tahun sebelumnya (sejak didirikan
1975) membuat dan memasarkan XENIX, sebuah varian Unix yang lebih baik daripada
DOS.

Bayangkan bila saat itu Bill Gates setuju pada nasihat yang
terkesan “bijak” itu. Tidak aka nada konglomerasi sebesar Microsoft!

Tahun 1983 Microsoft berencana untuk membuat operating
system grafik. Baru pada tahun 1985 operting system grafik tersebut, Windows
1.0 berhasil dibuat, dan gagal di pasar. Sementara itu, tahun 1984 (setahun
sebelum Windows 1.0 diluncurkan(, Apple dibawah pimpinan Steve Jobs dan Steven
Wozniak berhasil meluncurkan Operating grafis dan sukses di pasar.

Setelah UNIX berhasil dibuat pada sekitar tahun 1973 dan
widows berhjasil dibuat pada tahun 1981, Steve Jobs dan Steven
Wozniak
reinvent the wheel membuat operating baru pada mac pada tahun 1984.

Pada tahun 1985 IBM dan Microsoft berencana membuat
operating system grafis bernama OS/2. OS/2 versi 1.0 berhasil diluncurkan pada
tahun 1987 sementara windows 2.0 diluncurkan pada tahun 1988. Kedua operating
system grafis ini bisa disebut sebagai produk reinvent the wheel karena
machintosh sudah ada dan sukses di pasar.

Tahun 1990 kegigihan microsoft berbuah manis. Windows 3.0
sukses besar, terjual jutaan copy diseluruh dunia. Ah, sebentar, mari kita
kembali ke tahun 1987. Saat itu Tanenbaum menyelesaikan MINIX 1.0, operating
system MIni-uNIX. Hmm, Bapak Tanenbaum ini reinvent the wheel juga. Unix kan
sudah ada, bahkan jauh lebih bagus daripada MINIX yang dibuatnya.

Nah, kembali ke tahun 1990. Pada saat itu, apa bayangan kita
tentang cita-cita seorang mahasiswa ilmu komputer? Pasti ingin membuat aplikasi
Windows. Saat itu, belum banyak programer Windows. Alumni dan mahasiswa ilmu
komputer hampir pasti memiliki advantage. Tapi, Linus Torvalds rupanya kurang
tertarik, dia orang yang mau reinvent the wheel. Dia reinvent operating system
membuat linux.

Bila saya teman sekelasnya saat kuliah dulu, saya akan
nasihati dia untuk tidak membuat operating system. Saya akan bilang “Untuk apa
buat sistem operasi baru?” itu “reinvent the wheel”. Sudah ada UNIX, Dos, Macintosh,
Novell Netware, OS/2 dan Windows. Memangnya kamu bisa buat yang lebih baik?”

Syukurlah saya bukan teman sekelas Linux, kalaupun ada teman
linus yang nasihati dia demikian, syukurlah dia tidak ikuti. Dunia ini akan
jauh berbeda bila Linus mengamini “Don’t reinvent the wheel”. Linus “reinvent
MINIX” dengan membuat operating system yang sekarang kita kenal dengan nama
Linux.

Sejarah bisnis TI diwarnai dengan banyak usaha reinvent the
wheel yang sangat berhasil, terutama secara bisnis. OS/2 discontinues, tetapi
MINIX yang dianggap mati pun ternyata masih hidup (www.minix3.org). Kalau mengamini prinsip
“don’t reinvent the wheel”, tidak ada Bill Gates, Steve Jobs, Tanenbaum,
Richard Stallman, dan Linus Torvalds.

“Sejarah bisnis TI diwarnai dengan banyak usaha reinvent the
wheel yang sangat berhasil, terutama secara bisnis”

Dengan semangat yang sama, saya merancang bahasa pemrograman
Batak (nama alternatif: Nusa) dan translatornya. Banyak yang mencibir bahwa
usaha tersebut bodoh, reinvent the wheel. Saya katakan:iklan shampoo pun banyak
yang reinvent the wheel. Bisakah kita pastikan ada zat yang benar-benar baru
didalamnya?

Dekripsi Batak (nusa) dan translatornya dapat anda download
dari website www.bernaridho.com. Saya
tetap berjuang mewujudkan usaha katanya “reinvent the wheel”. Sekarang saya
berkata kepada siapapun: “Yes, reinvent the wheel!!” (ridho@biztek.com)

1 Komentar

  1. ojat berkata:

    yeap, pak ridho emang jagoan banget mul, aku pernah ketemu beliau n ditunjukin bahasa batak yang dibuat ama dia. keren abis deh. walo sederhana tapi konsep dia luar biasa. tapi berhubung pengetahuan ku agak jongkok, jadinya ya ga mudheng banget 😀

Tinggalkan Komentar